Senin, 09 April 2018

Judgement sampling menurut ahli

Judgement sampling (purposive sampling) adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Bedanya, jika dalam sampling stratifikasi penarikan sampel dari setiap subpopulasi dilakukan dengan acak, maka dalam sampling kuota, ukuran serta sampel pada setiap sub-sub populasi ditentukan sendiri oleh peneliti sampai jumlah tertentu tanpa acak.
Purposive sampling digunakan dalam kasus di mana spesialisasi otoritas dapat memilih sampel lebih representatif yang dapat membawa hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan teknik non-probability sampling lainnya. Proses ini tidak melibatkan objek  apapun,  namun  sengaja dipilih oleh masing-masing  individu dari populasi berdasarkan otoritas atau kewenangan peneliti dan penilaian. Menurut Nurhayati (2008), ciri-ciri dari non probability sampling ini adalah setiap anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel, sifatnya subyektif, bias (kekeliruan) tidak dapat diperkirakan besarnya, tidak dapat digunakan untuk estimasi parameter.
Desain judgemental sampling biasanya digunakan ketika sejumlah individu memiliki sifat yang menarik.  Desain ini merupakan  satu-satunya teknik sampling yang tepat dalam memperoleh informasi dari populasi yang sangat spesifik. Judgement sampel juga biasa digunakan untuk mendapatkan informasi baru yang representatif.
Adapun kelemahan pengambilan sampel dengan menggunakan metode sampling ini adalah berhubungan dengan otoritas dan proses pengambilan sampel.  Keduanya saling berhubungan dengan kemampuan masing-masing individu dan adanya bias yang menyertai teknik sampling ini. Sayangnya, belum ada cara untuk mengevaluasi keandalan praktek para ahli atau otoritas. Cara terbaik untuk menghindari kesalahan sampling adalah memilih yang terbaik dan otoritas (kewenangan) yang paling berpengalaman.
Ketika datang ke proses sampling, biasanya bias terjadi  karena tidak adanya pengacakan yang digunakan dalam memperoleh sampel . Hal yang perlu diperhatikan bahwa antar anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terjadi kekeliruan dari seluruh populasi yang kemudian akan membatasi generalisasi dari hasil penelitian.
Menurut Nurhayati (2008), Penetapan besarnya ukuran sampel dapat dilakukan apabila diketahui batas atas kesalahan pendugaan dan atas dasar informasi keragaman dari anggota penyusun populasi dan tingkat ketelitian yang diinginkan. Semakin besar keragaman dari anggota populasi maka semakin besar ukuran sampel yang diperlukan, agar semakin banyak informasi yang dapat terambil. Penarikan sampel yang berulang-ulang biasanya menghasilkan besaran suatu karakteristik populasi yang berbeda-beda antar satu sampel ke sampel lainnya. Dalam hal ini, standard error yang mencerminkan keheterogenan atau peluang munculnya perbedaan dari satu sampel dengan sampel yang lain karena perbedaan anggota yang terpilih dari berbagai sampel tersebut.
Contoh kasus penggunaan metode judgement sampling adalah sebagai berikut: Penentuan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu pada sentra budidaya rumput laut di perairan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, Pengambilan sampel pada populasi yang tidak berdistribusi normal misalnya populasi homogen maka jumlah sampel yang diperlukan 1% saja sudah bisa mewakili. Jumlah pembudidaya rumput laut di Desa Lalombi sebanyak 60 orang pembudidaya yang masih aktif, responden dari pembudidaya diambil sebanyak 6 orang dan 2 orang dari instansi terkait jadi keseluruhan responden sebanyak 8 orang dengan penentuan responden yang dilakukan dengan menggunakan metode judgement sampling. Waktu Penelitian berlangsung selama 2 bulan dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kajian pustakan dan Kajian lapangan. Data dan informasi yang diambil antara lain deskripsi usaha, kegiatan usaha dan profil pembudidaya. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara keseluruhan usaha budi daya rumput laut termasuk kondisi lingkungan internal dan eksternal yang sedang dialami oleh pembudidaya. Hasil identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal usaha budidaya rumput laut di Banawa Selatan selanjutnya dievaluasi dengan matriks IFE dan matriks EFE. Hasil evaluasi matrik IFE dan EFE selanjutnya dipetakan menurut matriks IE untuk melihat posisi usaha dalam suatu diagram. Untuk mempermudah perumusan alternatif strategi dan strategi yang paling menarik bagi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Banawa selatan digunakan matriks SWOT dan matriks QSP.

Oleh:
Angelia Maharani Setya Putri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar