Sensus adalah kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi tanaman yang mati, tumbang atau terserang hama dan penyakit.
Sensus
produksi adalah pencacahan/ penghitungan/ padatan terhadp tanaman ks
yeng bertujuan untuk mengetahui / memperkirakan produksi selama satu
semester (enem bulan memdatang).
Para meter yang digunakan untuk mengetahui produksi semester tersebut
adalah jumlah janjang yang ada dipokok dan berat janjang rata-rata
(BJR).Dasar pemikirannya adalah apabila diketahui jumlah janjangannya
dan berat janjangannya, maka akan dapat diketahui berapa kira-kira
tonase yang akan didapat selama satu semester. Yang maksud dengan jumlah
dan berat janjang adalah janjang dan berat janjang sampel/contoh dari
satu blok yang akan ditaksir produksinya. Kamudian dari pokok-pokok
sampel ini akn diketahui jumlah rata-rata janjang per pokoknya. Semakin
banyak sempel maka data yang didapat semakin akurat.Sensus pokok ini
dilakukan setiap 6 bulan yang disebut dengn semester. Semester 1 adlah
bulan januari s/d juni, dan sensus produksinya dilaksanakan pada tangal
20 s/d 31 desember tahun lalu. Sedangkan semester II ialah bulan juni
s/d desember tahun ini dan sensus produksinya dilaksanakan pada tanggal
20 s/d 30 juni tahun ini, Proses input data hasil sensus produksi
dilaksanakan dalam waktu 5 hari setelah sensus. Data harus diterima oleh
Departemen pusat yang berada jakarta paling lambat 7 hari setelah
sensus.
Sensus produksi terdiri dari 3 macam pekerjaan;
1. Persiapan tanda-tanda sensus (pembuatan dan perbaikan) dan kelengkapan alat sensus.
2. Penghitungan
janjang yang dilaksanakan pada titik sensus dan pokok sensus, yang
bertujuan untuk mendapatkan jumlah janjang yang akan dipanen dalm suatu
blok.
3. Menentukan BJR, dapat ditentukan dengan 2 cara: pertama penimbangan dilapangan TPH, kedua dengan penimbangan di PKS.
Beberapa kelemahan dan kerugian apabila sensus tidak dilakukan dengan benar ialah:
- Penggunaan tenaga kerja tidak efektif, jumlah tenaga potong buah yang dipersiapkan mungkin jauh meleset (±) dari kebutuhan sebenarnya karena mengacu pada hasil awal yang tidak tepat.
- Terjadi losses produksi (kuantitas dan kualitas). Bila hasil sensus lebih kecil dari pada potensi, mungkin sekali buah tidak akan terpanen sesuai potensinya. Terutama saat produksi sudah mencapai angka sensus dan kebun merasa “puas”. Bila hal ini terjadi akan banyak buah over ripe atau busuk maka losses tak bisa dihindari. Pada kondisi sebaliknya, akan banyak buah mentah yang dipotong karena kebun akan “berusaha keras” untuk “mengejar” angka sensus.
- Angka variance hasil sensus dengan aktual produksi tidak dapat dianalisa. Sulit dibuat sebagai acuan untuk menentukan trend produksi (sebaran produksi bulanan/semester).
- Biaya tinggi karena pekerjaan tidak efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar